1.
Latar
Belakang
Program SMK
bisa (2012) harus benar benar bisa link dan match dengan
kebutuhan pasar kerja, bisa disiapkan untuk mendukung pasar kerja lokal,
Regional dan global dengan Kompetensi yang tersertifikasi
Motto SMK
Bisa, Tantowi Yahya sebagai Icon Iklan SMK Bisa, iklan ini berhasil mendorong lulusan SMP tertarik
melanjutkan ke SMK sehingga rasio SMK terhadap SMA menjadi berimbang, namun
adanya implikasi terjadi kesenjangan antara
supply dan demand tenaga kerja kompetensi tertentu adalah bahan pemikiran penentu
kebijakan.
Rasio SMK terhadap SMA menjadi
berimbang dari sisi jumlah namun terjadi kesenjangan antara supply
dan demand tenaga kerja kompetensi tertentu, seperti misal nya Program keahlian
TKJ sangat banyak karena biaya praktek murah serta Proyek SMK bisa menfasilitasinya,
sebaliknya Program Keahlian bidang
kelistrikan berkurang bahkan banyak SMK yang menutup bidang keahlian tersebut,
sementara proyek proyek pemerintah, industri sangat membutuhkan itu, dengan
kebutuhan tenaga kerja estimasi kasar seperti yang ditunjukan pada Gambar 1 sbb
;
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional dalam penjelasan pasal 15 menyebutkan bahwa pendidikan
kejuruan merupakan pendidikan yang mempersiapkan peserta didik terutama untuk
bekerja dalam bidang tertentu. Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1990
tentang Pendidikan Menengah, Pasal 1 ayat 3 menyebutkan pendidikan kejuruan
adalah pendidikan pada jenjang menengah yang mengutamakan pengembangan
kemampuan siswa untuk melaksanakan jenis pekerjaan tertentu.
Pendidikan vokasi/kejuruan harus
dirancang selaras dengan program pelatihan kerja kebutuhan industri yang
mutunya di kawal oleh 8 standar BSNP yang berujung pada proses pemberian
sertifikasi kompetensi BNSP yang harmonis dengan UU dan PP yang berlaku di sektor
terkait, sektor sektor tersebut Antara lain bidang ketenaga listrikan,
Kontruksi dan Kesehatan.
Sumber
Daya Manusia (SDM ) memiliki peranan penting dan sangat
strategis dalam pembangunan nasional serta keberhasilan Pendidikan dan Pelatihan Kerja adalah
kuncinya. Hal ini karena SDM selaku subyek atau pelaku akan menentukan
keberhasilan pencapaian tujuan pembangunan nasional. Oleh karena itu penyiapan
SDM dengan pendidikan dan pelatihan kerja harus dilakukan secara Ter- rencana,
terkoordinasi baik dan terukur serta harus dilakukan dengan langkah-langkah yang
strategis pula.
Pembinaan
SDM berbasis kompetensi merupakan salah satu model yang dapat mem berikan hasil
yang sesuai dengan tujuan dan sasaran pembinaan SDM di dalam perusahaan yang
berbasis strandar kinerja yang telah ditetapkan.
Model ini lebih spesifik, fleksibel,
mempunyai relevansi dengan tugas dan pekerjaan, dengan lebih bermutu efektif
dan efesien dalam waktu yang lebih terukur
Perencanaan penyiapan SDM
diorientasikan untuk menghasilkan SDM yang memiliki daya saing. Peningkatan daya saing SDM dapat dilakukan dengan
berbagai upaya, antara lain melalui pendidikan, pelatihan kerja dan meng
apresiasi pengalaman di tempat kerja.
Pendidikan & pelatihan kerja harus mampu
mempersiapkan sumber daya manusia Indonesia yang mempunyai kualitas,
keterampilan, profesionalisme dan kompetensi yang tinggi serta relevan dengan
kondisi dan kebutuhan dunia kerja.
Oleh
karena itu pendidikan dan pelatihan
kerja harus dilakukan secara sinergi , bermuara
kepada peningkatan kompetensi kerja.
Untuk
mewujudkan SDM yang berdaya saing, terdapat 3 (tiga) komponen penting utama yaitu;
Standar Kompetensi Kerja, Pendidikan dan
Pelatihan berbasis kompetensi dan Sertifikasi Kompetensi.
Standar kompetensi kerja menjadi acuan
dalam pengembangan program pendidikan dan pelatihan berbasis kompetensi dan
pengembangan sertifikasi kompetensi kerja,bahkan dapat menjadi acuan dalam pengembangan
SDM.
Dalam implementasinya baik untuk
pengembangan standar kompetensi, pelaksanaan pendidikan & pelatihan
berbasis kompetensi maupun pelaksanaan
sertifikasi kompetensi diperlukan kemampuan individu yang terukur, agar peningkatan daya saing SDM dapat
dicapai. Kemampuan individu yang terukur itu dapat dituangkan dalam standar
kompetensi yang meliputi kompetensi dalam mengembangkan Standar Kompetensi
Kerja , kompetensi melaku kan (delivery) Pendidikan dan Pelatihan Kerja
serta Kompetensi melakukan Proses asesmen.
Kompetensi kompetensi tersebut, pada
dasarnya merupakan kompetensi metodologi.
Seluruh
kompetensi yang diperlukan
dibahas bersama pemangku kepentingan terkait seperti lembaga pendidikan dan pelatihan kerja , lembaga sertifikasi , asosiasi profesi , asesor , instruktur , profesional/ praktisi di
bidangnya , serta keberadaan sektor terkait UU , PP dan Peraturan Menteri di
Sektor terkait.
Arahan standar baku Indonesia adalah PerPres
Nomor 08 tahun 2012 adalah leveling Kerangka Kualifikasi
Nasional Indonesia,yang selanjutnya disingkat KKNI, yang terdiri dari 9 level
adalah kerangka penjenjangan kualifikasi kompetensi yang dapat menyandingkan,
menyetarakan, dan mengintegrasikan Antara bidang pendidikan dan bidang
pelatihan kerja serta pengalaman kerja dalam rangka pemberian pengakuan kompetensi
kerja sesuai dengan struktur pekerjaan di berbagai sektor.
KKNI
merupakan Perwujudan mutu
dan jati diri Bangsa Indonesia terkait dengan sistem pendidikan dan pelatihan kerja
nasional yang dimiliki Indonesia , KKNI terdiri dari 9 (sembilan) jenjang
kualifikasi, dimulai dari Kualifikasi 1 sebagai kualifikasi terrendah dan Kualifikasi–9 sebaga ikualifikasi
tertinggi.
Jenjang kualifikasi adalah tingkat capaian Pembelajaran/
Pelatihan Kerja yang disepakati secara nasional, disusun berdasarkan ukuran
hasil pendidikan dan / atau pelatihan kerja yang diperoleh melalui pendidikan
formal, nonformal, informal, atau
pengalaman kerja.
2. Sumber Daya Manusia Industri Indonesia
Tenaga
Kerja yang berkerja di Industri Indonesia harus tunduk pada regulasi yang
berlaku , yaitu Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 4,Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor: 5492, yang kemudian diturunkan ke dalam Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG PEMBANGUNAN SUMBER
DAYA INDUSTRI.
SUBSTANSI UU SUMBER DAYA INDUSTRI TERKAIT
SKKNI
SKKNI adalah rumusan kemampuan kerja yang
mencakup aspek Pengetahuan,Sikap Kerja, serta Keterampilan dan/atau Keahlian
yang relevan dengan pelaksanaan tugas dan syarat jabatan yang telah disepakati
dan ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan di sektor kementerian dengan
melibatkan pemangku kepentingan yang selanjutnya di usulkan untuk di tetapkan
oleh Menteri.
UU Nomor
3 tahun 2014 adalah mengikat pada setiap pelaku sebagai Sumber Daya Manusia
Industri
PASAL 19
(1)
Tenaga kerja Industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) terdiri
atas:
a. tenaga teknis; dan b. tenaga manajerial.
(2)
Tenaga teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf paling sedikit memiliki:
a. kompetensi teknis sesuai dengan Standar
Kompetensi Kerja Nasional Indonesia di
bidang Industri; dan b. pengetahuan manajerial.
(3)
Tenaga manajerial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b paling
sedikitmemiliki:
a. kompetensi manajerial sesuai dengan
Standar Kompetensi Kerja Nasional
Indonesia di bidang Industri; dan
b. pengetahuan teknis.
PASAL 25
(1)
Menteri menyusun Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia di bidang
Industri.
(2)
Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia di bidang Industri sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1) ditetapkan oleh menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang ketenagakerjaan atas usul Menteri.
(3)
Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia di bidang Industri
sebagai
mana dimaksud pada ayat (2) dilakukan
paling lama 1 (satu) bulan sejak diterima usulan
Menteri.
(4)
Apabila dalam jangka waktu 1 (satu) bulan tidak ditetapkan, Standar Kompetensi
Kerja
Nasional Indonesia sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) dinyatakan berlaku oleh Menteri sampai dengan ditetapkan oleh
menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan.
(5) Untuk
jenis pekerjaan tertentu di bidang Industri, Menteri menetapkanpemberlakuan
Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia secara wajib
PASAL 26
Untuk
memenuhi ketersediaan tenaga kerja Industri yang kompeten, Menteri
memfasilitasi pembentukan lembaga sertifikasi profesi dan tempat uji
kompetensi.
PASAL 28
(1)
Tenaga kerja asing yang bekerja di bidang Industri harus memenuhi Standar Kompetensi
Kerja Nasional Indonesia.
(2)
Tenaga kerja asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya diperbolehkan
bekerja dalam jangka waktu tertentu.
(3)
Ketentuan lebih lanjut mengenai jangka waktu tertentu sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 Tahun 2015 TENTANG
PEMBANGUNAN SUMBER DAYA INDUSTRI
BAB V TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 40
Setiap Perusahaan Industri dan Perusahaan Kawasan Industri yang
menggunakan Tenaga Kerja Industri yang tidak memenuhi SKKNI sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3) dikenai sanksi administratif berupa:
a. peringatan tertulis;
b. denda administratif;
c. penutupan sementara;
d. pembekuan Izin Usaha Industri atau Izin Usaha Kawasan Industri;
dan/atau
e. pencabutan Izin Usaha Industri atau Izin Usaha Kawasan
Industri.
Makna dari UU dan PP , SDM Industri Indonesia adalah sebagai
perlindungan Tenaga Kerja Industri yang ber operasi di Indonesia agar
menggunakan tenaga kerja yang memiliki
Sertifikasi Kompetensi Kerja dengan mengacu pada SKKNI.
Oparasionalisasi UU dan PP
menyangkut SDM Industri Indonesia ?
Bagaimana
kah Oparasionalisasi UU dan PP menyangkut SDM
Industri Indonesia ,
Setiap sektor kementerian terkait harus menyediakan dan
menfasilitasi infrastruktur agar implementasi UU dan PP bisa berjalan
sebagaimana mestinya. Ini adalah pekerjaan berat yang harus terkordisasi ,
hormonisasi dan sinergitas dalam implementasi antar sektor kementerian terkait
seperti Tenaga Kerja, Perindutrian, Kadin, Asosia Profesi dll, yang harus
dituangkan dalam kesepakatan bersama terutama dalam konsistensi pengawasan dan
penerapan sangsi
3. STANDARDISASI PENDIDIKAN VOKASI dan
PELATIHAN KERJA,
STANDARDISASI
PENDIDIKAN VOKASI dan PELATIHAN KERJA adalah melekat pada tiga lembaga
kementerian yaitu Pendidikan Nasional, Tenaga Kerja dan Riset Teknologi yang
harus melakukan harmonisasi dan sinergitas terkait kebutuhan tenaga kerja
industri Indonesia dengan masukan kebutuhan dari sektor sektor lain yang
terkait seperti Perindustrian dan Perdagangan , ESDM , Kesehatan dll, dengan
cara menerbit kan Kepmen atau Permen yang mendukung regulasi di atasnya ataupun
Keputusan Bersama lintas sektor Kementerian.
Kajian Regulasi Terkait.
Undang-undang
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa
kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan
bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu (Pendidikan
Vokasi). Hal ini mengandung makna pengertian tersebut menyangkut dua dimensi
kurikulum Pendidikan Vokasi, yang pertama adalah rencana dan pengaturan
mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran, sedangkan yang kedua adalah cara
yang digunakan untuk kegiatan pembelajaran yang dikaitkan dengan dinamika Rasional
Pengembangan Kurikulum Pendidikan Vokasi
Tantangan internal lain dengan
kondisi pendidikan dikaitkan dengan tuntutan pendidikan yang mengacu kepada PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK
INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN PEMERINTAH
NOMOR 19 TAHUN 2005 TENTANG STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN 8 (delapan) Standar
Nasional Pendidikan yang meliputi standar isi, standar proses, standar
kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana
dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian
pendidikan
Penerapan
Undang-undang membutuhkan aturan yang lebih rinci dalam pelaksanaannya, karena
nya untuk melaksanakan ketentuan Pasal 20 ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan, maka pemerintah menetapkan Peraturan Pemerintah
tentang Sistem Pelatihan Kerja Nasional. Peraturan pemerintah ini memberikan
gambaran singkat tentang system pelatihan kerja yang akan diterapkan di
Indonesia.
Dari peraturan
ini, beberapa definisi terkait pelatihan dapat dijabarkan sebaga berikut
:
·
Pelatihan kerja adalah keseluruhan kegiatan untuk memberi, memperoleh,
mening katkan, serta
mengembangkan kompetensi kerja, produktivitas, disiplin, sikap dan etos kerja
pada tingkat keterampilan dan keahlian tertentu sesuai dengan jenjang dan
kualifikasi jabatan atau pekerjaan.
·
Sistem Pelatihan Kerja Nasional yang selanjutnya disingkat Sislatkernas,
adalah keterkaitan dan keterpaduan berbagai komponen pelatihan kerja untuk
mencapai tujuan pelatihan kerja nasional.
·
Lembaga pelatihan kerja adalah instansi pemerintah, badan hukum atau
perorangan yang memenuhi persyaratan untuk menyelenggarakan pelatihan
kerja.
·
Kompetensi kerja adalah kemampuan kerja setiap individu yang mencakup aspek
penge tahuan,
keterampilan, dan sikap kerja yang sesuai dengan standar yang ditetapkan.
Untuk lebih
detail tentang sistem pelatihan kerja yang diterapkan di Indonesia dapat
dilihat pada Peraturan Pemerintah (PP) No 31 2006
Sistem Pelatihan Kerja Nasional
4. Standar Kompetensi Kerja
Sertifikasi kompetensi akan
tumbuh dan berkembang apabila ada kejelasan dan kepastian tentang rekognisi
dari sertifikasi kompetensi tersebut. Rekognisi sertifikasi merupakan pengakuan masyarakat dan
dunia usaha, atas sertifikat kompetensi
dimiliki oleh seseorang. Rekognisi diberikan dalam bentuk “previlage”
pemegang sertifikat kompetensi atas berbagai kepentingan dan urusan. Seperti
misalnya dalam rekrutmen, penugasan dan penempatan pada jabatan, pengembangan
karier, remunerasi, kesempatan untuk mengembangkan diri dan sebagainya. Dalam
kaitannya dengan kerjasama di pasar kerja global, rekognisi dilakukan melalui
kerjasama afiliasi dan kerjasama saling pengakuan (Mutual Recoqnition Agreement).
Sertifikasi
kompetensi tidak semata-mata pemberian sertifikat kompetensi, tetapi lebih jauh
dari itu adalah penjaminan dan pemeliharaan kompetensi kerja. Oleh karena itu,
pelaksanaan sertifikasi kompetensi harus tunduk pada kaidah-kaidah sistem
penjaminan mutu yang berlaku secara internasional. Pengembangan sertifikasi kompetensi
kerja secara lebih rinci mengacu pada Pedoman BNSP. Ketentuan lebih lanjut mengenai
Sertifikasi Kompetensi Profesi mengacu pada Peraturan dan Pedoman Sertifikasi
Kompetensi Profesi yang diterbitkan oleh BNSP.
Peranan BNSP adalah melakukan verifikasi terhadap
rancangan kompetensi yang disusun instansi teknis. Permen Tenaga Kerja dan
Transmigrasi No. 21/MEN/X/2007 tentang Tata Cara Penetapan SKKNI merupakan
acuan dalam penyusunan standar kompetensi. Pasal 10 menetapkan fungsi BNSP
adalah untuk memeriksa rancangan kompetensi yang disusun instansi teknis.
Selain itu, Pasal 14 menetapkan penetapan standar kompetensi oleh Menteri
Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Menteri Teknis melakukan “Pemberlakuan” yang
berbeda dengan “Penetapan” yang dilakukan oleh MenteriTenaga Kerja dan
Transmigrasi. Maka pembagian tugas dan fungsi saat ini harusnya berjalan
sedemikian rupa.
Kondisi Standar Kompetensi dan Kerangka Kualifikasi
SDM Ketenagalistrikan Perundang-undangan
dan Kelembagaan yang berkaitan dengan Standar Kompetensi dan Kerangka
Kualifikasi
Perundang-undangan dan Kelembagaan yang berkaitan dengan
Standar Kompetensi
Dengan terbitnya UU No.30/2009 tentang
Ketenagalistrikan, maka UU No.15/1985
menjadi UU lama. Namun peraturan pelaksana, seperti PP dan Permen yang lama
masih berlaku, maka dapat dijelaskan hasil analisa standar kompetensi
ketenagalistrikan berdasarkan dengan aturan lama.
Menurut ayat 2 Pasal 18 UU
Ketenagalistrikan, pembinaan & pengawasan umum terhadap pekerjaan dan
pelaksanaan usaha ketenagalistrikan terutama meliputi keselamatan kerja,
keselamatan umum, pengembangan usaha, dan tercapainya standarisasi dalam bidang
ketenagalistrikan.
Menurut
PP
Penyediaan dan Pemanfaatan Tenaga Listrik sebagai penjabaran UU tersebut
menetapkan, Menteri melakukan pembinaan terhadap usaha penyediaan tenaga
listrik (Pasal 33) dan Menteri menetapkan pedoman pelaksanaan untuk keselamatan
kerja, keselamatan umum, serta penyediaan, pelayanan dan pengembangan
usaha(Pasal 34). Sedangkan Pasal 35 menetapkan pengawasan terhadap usaha
penyediaan dan pemanfaatan tenaga listrik. Yang dilakukan oleh Menteri berdasarkan
dengan 2 aturan tersebut, Kepmen ESDM No.2052K/40/MEM/2001 tentang
Standardisasi Kompetensi Tenaga teknik Ketenagalistrikan menjadi rujukan Aturan
yang berkaitan dengan hal tersebut termasuk penjabarannya serta lembaga yang
berkaitan dengan penepatan dan revisi aturan-aturan tersebut digambarkan pada alur
Gambar 2 sbb :
Infrastruktur
Kelelmbagaan yang perlu dibangun seperti pada gambar 3 berikut
Infrastrukur Lembaga Sertifikasi Profesi
yang harus di bangun gambar 4