semut

; Indonesian Research and Vocational Education Certification (IRVEC) - IRVEC-EDU with SMK3 Program........................Indonesian Research and Vocational Education Certification (IRVEC) - IRVEC-EDU with SMK3 Program

Sabtu, 24 September 2016

SMK Bisa, Menciptakan Tenaga Kerja Siap Pakai dalam Prespektif STANDARDISASI PENDIDIKAN VOKASI, PELATIHAN KERJA DAN SERTIFIKASI dalam upaya menyiapkan KOMPETENSI SDM INDONESIA



1.   Latar Belakang
Program SMK bisa (2012) harus benar benar bisa link dan match dengan kebutuhan pasar kerja, bisa disiapkan untuk mendukung pasar kerja lokal, Regional dan global dengan Kompetensi yang tersertifikasi
Motto SMK Bisa, Tantowi Yahya sebagai Icon Iklan SMK Bisa, iklan ini  berhasil mendorong lulusan SMP tertarik melanjutkan ke  SMK sehingga rasio SMK terhadap SMA menjadi berimbang, namun adanya implikasi  terjadi kesenjangan antara supply dan demand tenaga kerja kompetensi tertentu adalah bahan pemikiran penentu kebijakan.
Rasio SMK terhadap SMA menjadi berimbang dari sisi jumlah namun terjadi kesenjangan antara supply dan demand tenaga kerja kompetensi tertentu, seperti misal nya Program keahlian TKJ sangat banyak karena biaya praktek murah serta Proyek SMK bisa menfasilitasinya, sebaliknya Program Keahlian  bidang kelistrikan berkurang bahkan banyak SMK yang menutup bidang keahlian tersebut, sementara proyek proyek pemerintah, industri sangat membutuhkan itu, dengan kebutuhan tenaga kerja estimasi kasar seperti yang ditunjukan pada Gambar 1 sbb ;

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dalam penjelasan pasal 15 menyebutkan bahwa pendidikan kejuruan merupakan pendidikan yang mempersiapkan peserta didik terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu.  Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1990 tentang Pendidikan Menengah, Pasal 1 ayat 3 menyebutkan pendidikan kejuruan adalah pendidikan pada jenjang menengah yang mengutamakan pengembangan kemampuan siswa untuk melaksanakan jenis pekerjaan tertentu.
Pendidikan vokasi/kejuruan harus dirancang selaras dengan program pelatihan kerja kebutuhan industri yang mutunya di kawal oleh 8 standar BSNP yang berujung pada proses pemberian sertifikasi kompetensi BNSP yang harmonis dengan UU dan PP yang berlaku di sektor terkait, sektor sektor tersebut Antara lain bidang ketenaga listrikan, Kontruksi dan Kesehatan.
      Sumber Daya Manusia (SDM ) memiliki peranan penting dan sangat strategis dalam pembangunan nasional serta keberhasilan  Pendidikan dan Pelatihan Kerja adalah kuncinya. Hal ini karena SDM selaku subyek atau pelaku akan menentukan keberhasilan pencapaian tujuan pembangunan nasional. Oleh karena itu penyiapan SDM dengan pendidikan dan pelatihan kerja harus dilakukan secara Ter- rencana, terkoordinasi  baik dan terukur serta  harus dilakukan dengan langkah-langkah yang strategis pula.
Pembinaan SDM berbasis kompetensi merupakan salah satu model yang dapat mem berikan hasil yang sesuai dengan tujuan dan sasaran pembinaan SDM di dalam perusahaan yang berbasis strandar kinerja yang telah ditetapkan.
Model ini lebih spesifik, fleksibel, mempunyai relevansi dengan tugas dan pekerjaan, dengan lebih bermutu efektif dan efesien dalam waktu yang lebih terukur
       Perencanaan penyiapan SDM diorientasikan untuk menghasilkan SDM yang memiliki daya saing.  Peningkatan daya saing SDM dapat dilakukan dengan berbagai upaya, antara lain melalui pendidikan, pelatihan kerja dan meng apresiasi pengalaman di tempat kerja.
       Pendidikan & pelatihan kerja  harus  mampu  mempersiapkan  sumber daya  manusia Indonesia yang mempunyai kualitas, keterampilan, profesionalisme dan kompetensi yang tinggi serta relevan dengan kondisi dan kebutuhan dunia kerja.

       Oleh karena itu pendidikan dan pelatihan kerja  harus dilakukan secara sinergi , bermuara kepada peningkatan kompetensi kerja.
Untuk mewujudkan SDM yang berdaya saing, terdapat 3 (tiga) komponen penting utama yaitu; Standar Kompetensi Kerja, Pendidikan dan Pelatihan berbasis kompetensi dan Sertifikasi Kompetensi.
       Standar kompetensi kerja menjadi acuan dalam pengembangan program pendidikan dan pelatihan berbasis kompetensi dan pengembangan sertifikasi kompetensi kerja,bahkan dapat menjadi acuan dalam pengembangan SDM.

       Dalam implementasinya baik untuk pengembangan standar kompetensi, pelaksanaan pendidikan & pelatihan berbasis kompetensi maupun  pelaksanaan sertifikasi kompetensi diperlukan kemampuan individu yang terukur,  agar peningkatan  daya saing  SDM  dapat dicapai. Kemampuan individu yang terukur itu dapat dituangkan dalam standar kompetensi yang meliputi kompetensi dalam mengembangkan Standar Kompetensi Kerja , kompetensi melaku kan (delivery) Pendidikan dan Pelatihan Kerja serta Kompetensi melakukan Proses asesmen.
       Kompetensi kompetensi tersebut, pada dasarnya  merupakan  kompetensi metodologi.
Seluruh kompetensi  yang  diperlukan  dibahas  bersama pemangku  kepentingan  terkait seperti  lembaga pendidikan dan pelatihan kerja ,  lembaga sertifikasi , asosiasi profesi ,  asesor , instruktur , profesional/ praktisi di bidangnya , serta keberadaan sektor terkait UU , PP dan Peraturan Menteri di Sektor terkait.

Arahan standar baku Indonesia adalah PerPres Nomor 08 tahun 2012 adalah leveling Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia,yang selanjutnya disingkat KKNI, yang terdiri dari 9 level adalah kerangka penjenjangan kualifikasi kompetensi yang dapat menyandingkan, menyetarakan, dan mengintegrasikan Antara bidang pendidikan dan bidang pelatihan kerja serta pengalaman kerja dalam rangka pemberian pengakuan kompetensi kerja sesuai dengan struktur pekerjaan di berbagai sektor.

KKNI merupakan Perwujudan mutu dan jati diri Bangsa Indonesia terkait dengan sistem pendidikan dan pelatihan kerja nasional yang dimiliki Indonesia , KKNI terdiri dari 9 (sembilan) jenjang kualifikasi, dimulai dari Kualifikasi 1 sebagai kualifikasi terrendah    dan Kualifikasi–9 sebaga ikualifikasi tertinggi.

Jenjang kualifikasi  adalah tingkat capaian Pembelajaran/ Pelatihan Kerja yang disepakati secara nasional, disusun berdasarkan ukuran hasil pendidikan dan / atau pelatihan kerja yang diperoleh melalui pendidikan formal, nonformal, informal, atau  pengalaman kerja.

2. Sumber Daya Manusia Industri Indonesia
Tenaga Kerja yang berkerja di Industri Indonesia harus tunduk pada regulasi yang berlaku , yaitu Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 4,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor: 5492, yang kemudian diturunkan ke dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG PEMBANGUNAN SUMBER DAYA INDUSTRI.

SUBSTANSI UU SUMBER DAYA INDUSTRI TERKAIT SKKNI
SKKNI adalah rumusan kemampuan kerja yang mencakup aspek Pengetahuan,Sikap Kerja, serta Keterampilan dan/atau Keahlian yang relevan dengan pelaksanaan tugas dan syarat jabatan yang telah disepakati dan ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan di sektor kementerian dengan melibatkan pemangku kepentingan yang selanjutnya di usulkan untuk di tetapkan oleh Menteri.
UU Nomor 3 tahun 2014 adalah mengikat pada setiap pelaku sebagai Sumber Daya Manusia Industri
PASAL 19
(1) Tenaga kerja Industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) terdiri atas:
     a. tenaga teknis; dan     b. tenaga manajerial.
(2) Tenaga teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf paling sedikit memiliki:
     a. kompetensi teknis sesuai dengan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia di 
         bidang Industri; dan   b. pengetahuan manajerial.
(3) Tenaga manajerial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b paling sedikitmemiliki:
     a. kompetensi manajerial sesuai dengan Standar Kompetensi Kerja Nasional
         Indonesia di bidang Industri; dan   b. pengetahuan teknis.
PASAL 25
(1) Menteri menyusun Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia di bidang Industri.
(2) Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia di bidang Industri sebagaimana dimaksud  
      pada ayat (1) ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di  
      bidang ketenagakerjaan atas usul Menteri.
(3) Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia di bidang Industri sebagai 
      mana dimaksud pada ayat (2) dilakukan paling lama 1 (satu) bulan sejak diterima usulan
      Menteri.
(4) Apabila dalam jangka waktu 1 (satu) bulan tidak ditetapkan, Standar Kompetensi Kerja 
      Nasional Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dinyatakan berlaku oleh Menteri sampai dengan ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan.
(5) Untuk jenis pekerjaan tertentu di bidang Industri, Menteri menetapkanpemberlakuan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia secara wajib
PASAL 26
Untuk memenuhi ketersediaan tenaga kerja Industri yang kompeten, Menteri memfasilitasi pembentukan lembaga sertifikasi profesi dan tempat uji kompetensi.
PASAL 28
(1) Tenaga kerja asing yang bekerja di bidang Industri harus memenuhi Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia.
(2) Tenaga kerja asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya diperbolehkan bekerja dalam jangka waktu tertentu.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai jangka waktu tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 Tahun 2015 TENTANG PEMBANGUNAN SUMBER DAYA INDUSTRI
BAB V TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 40
Setiap Perusahaan Industri dan Perusahaan Kawasan Industri yang menggunakan Tenaga Kerja Industri yang tidak memenuhi SKKNI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3) dikenai sanksi administratif berupa:
a. peringatan tertulis;
b. denda administratif;
c. penutupan sementara;
d. pembekuan Izin Usaha Industri atau Izin Usaha Kawasan Industri; dan/atau
e. pencabutan Izin Usaha Industri atau Izin Usaha Kawasan Industri.
Makna dari UU dan PP , SDM Industri Indonesia adalah sebagai perlindungan Tenaga Kerja Industri yang ber operasi di Indonesia agar menggunakan tenaga kerja  yang memiliki Sertifikasi Kompetensi Kerja dengan mengacu pada SKKNI.

Oparasionalisasi UU dan PP menyangkut SDM Industri Indonesia ?
Bagaimana kah Oparasionalisasi UU dan PP menyangkut SDM Industri Indonesia ,
Setiap sektor kementerian terkait harus menyediakan dan menfasilitasi infrastruktur agar implementasi UU dan PP bisa berjalan sebagaimana mestinya. Ini adalah pekerjaan berat yang harus terkordisasi , hormonisasi dan sinergitas dalam implementasi antar sektor kementerian terkait seperti Tenaga Kerja, Perindutrian, Kadin, Asosia Profesi dll, yang harus dituangkan dalam kesepakatan bersama terutama dalam konsistensi pengawasan dan penerapan sangsi

3. STANDARDISASI PENDIDIKAN VOKASI dan PELATIHAN KERJA,
STANDARDISASI PENDIDIKAN VOKASI dan PELATIHAN KERJA adalah melekat pada tiga lembaga kementerian yaitu Pendidikan Nasional, Tenaga Kerja dan Riset Teknologi yang harus melakukan harmonisasi dan sinergitas terkait kebutuhan tenaga kerja industri Indonesia dengan masukan kebutuhan dari sektor sektor lain yang terkait seperti Perindustrian dan Perdagangan , ESDM , Kesehatan dll, dengan cara menerbit kan Kepmen atau Permen yang mendukung regulasi di atasnya ataupun Keputusan Bersama lintas sektor Kementerian.

Kajian Regulasi Terkait.
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu (Pendidikan Vokasi). Hal ini mengandung makna pengertian tersebut menyangkut dua dimensi kurikulum Pendidikan Vokasi, yang pertama adalah rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran, sedangkan yang kedua adalah cara yang digunakan untuk kegiatan pembelajaran yang dikaitkan dengan dinamika Rasional Pengembangan Kurikulum Pendidikan Vokasi
Tantangan internal lain dengan kondisi pendidikan dikaitkan dengan tuntutan pendidikan yang mengacu kepada  PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 19 TAHUN 2005 TENTANG STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN  8 (delapan) Standar Nasional Pendidikan yang meliputi standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan

Penerapan Undang-undang membutuhkan aturan yang lebih rinci dalam pelaksanaannya, karena nya untuk melaksanakan ketentuan Pasal 20 ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, maka pemerintah menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Sistem Pelatihan Kerja Nasional. Peraturan pemerintah ini memberikan gambaran singkat tentang system pelatihan kerja yang akan diterapkan di Indonesia. 

Dari peraturan ini, beberapa definisi terkait pelatihan dapat dijabarkan sebaga berikut : 
·         Pelatihan kerja adalah keseluruhan kegiatan untuk memberi, memperoleh, mening katkan, serta mengembangkan kompetensi kerja, produktivitas, disiplin, sikap dan etos kerja pada tingkat keterampilan dan keahlian tertentu sesuai dengan jenjang dan kualifikasi jabatan atau pekerjaan. 
·         Sistem Pelatihan Kerja Nasional yang selanjutnya disingkat Sislatkernas, adalah keterkaitan dan keterpaduan berbagai komponen pelatihan kerja untuk mencapai tujuan pelatihan kerja nasional. 
·         Lembaga pelatihan kerja adalah instansi pemerintah, badan hukum atau perorangan yang memenuhi persyaratan untuk menyelenggarakan pelatihan kerja. 
·         Kompetensi kerja adalah kemampuan kerja setiap individu yang mencakup aspek penge tahuan, keterampilan, dan sikap kerja yang sesuai dengan standar yang ditetapkan.
Untuk lebih detail tentang  sistem pelatihan kerja yang diterapkan di Indonesia dapat dilihat pada Peraturan Pemerintah  (PP) No 31 2006 Sistem Pelatihan Kerja Nasional 

4. Standar Kompetensi Kerja
Sertifikasi kompetensi akan tumbuh dan berkembang apabila ada kejelasan dan kepastian tentang rekognisi dari sertifikasi kompetensi tersebut. Rekognisi sertifikasi merupakan pengakuan masyarakat dan dunia usaha, atas sertifikat kompetensi  dimiliki oleh seseorang. Rekognisi diberikan dalam bentuk “previlage” pemegang sertifikat kompetensi atas berbagai kepentingan dan urusan. Seperti misalnya dalam rekrutmen, penugasan dan penempatan pada jabatan, pengembangan karier, remunerasi, kesempatan untuk mengembangkan diri dan sebagainya. Dalam kaitannya dengan kerjasama di pasar kerja global, rekognisi dilakukan melalui kerjasama afiliasi dan kerjasama saling pengakuan (Mutual Recoqnition Agreement).
Sertifikasi kompetensi tidak semata-mata pemberian sertifikat kompetensi, tetapi lebih jauh dari itu adalah penjaminan dan pemeliharaan kompetensi kerja. Oleh karena itu, pelaksanaan sertifikasi kompetensi harus tunduk pada kaidah-kaidah sistem penjaminan mutu yang berlaku secara internasional. Pengembangan sertifikasi kompetensi kerja secara lebih rinci mengacu pada Pedoman BNSP. Ketentuan lebih lanjut mengenai Sertifikasi Kompetensi Profesi mengacu pada Peraturan dan Pedoman Sertifikasi Kompetensi Profesi yang diterbitkan oleh BNSP.
Peranan BNSP adalah melakukan verifikasi terhadap rancangan kompetensi yang disusun instansi teknis. Permen Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 21/MEN/X/2007 tentang Tata Cara Penetapan SKKNI merupakan acuan dalam penyusunan standar kompetensi. Pasal 10 menetapkan fungsi BNSP adalah untuk memeriksa rancangan kompetensi yang disusun instansi teknis. Selain itu, Pasal 14 menetapkan penetapan standar kompetensi oleh Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Menteri Teknis melakukan “Pemberlakuan” yang berbeda dengan “Penetapan” yang dilakukan oleh MenteriTenaga Kerja dan Transmigrasi. Maka pembagian tugas dan fungsi saat ini harusnya berjalan sedemikian rupa.

Kondisi Standar Kompetensi dan Kerangka Kualifikasi SDM Ketenagalistrikan Perundang-undangan dan Kelembagaan yang berkaitan dengan Standar Kompetensi dan Kerangka Kualifikasi
Perundang-undangan dan Kelembagaan yang berkaitan dengan Standar Kompetensi
Dengan terbitnya UU No.30/2009 tentang Ketenagalistrikan, maka UU No.15/1985 menjadi UU lama. Namun peraturan pelaksana, seperti PP dan Permen yang lama masih berlaku, maka dapat dijelaskan hasil analisa standar kompetensi ketenagalistrikan berdasarkan dengan aturan lama.
Menurut ayat 2 Pasal 18 UU Ketenagalistrikan, pembinaan & pengawasan umum terhadap pekerjaan dan pelaksanaan usaha ketenagalistrikan terutama meliputi keselamatan kerja, keselamatan umum, pengembangan usaha, dan tercapainya standarisasi dalam bidang ketenagalistrikan.
Menurut PP Penyediaan dan Pemanfaatan Tenaga Listrik sebagai penjabaran UU tersebut menetapkan, Menteri melakukan pembinaan terhadap usaha penyediaan tenaga listrik (Pasal 33) dan Menteri menetapkan pedoman pelaksanaan untuk keselamatan kerja, keselamatan umum, serta penyediaan, pelayanan dan pengembangan usaha(Pasal 34). Sedangkan Pasal 35 menetapkan pengawasan terhadap usaha penyediaan dan pemanfaatan tenaga listrik. Yang dilakukan oleh Menteri berdasarkan dengan 2 aturan tersebut, Kepmen ESDM No.2052K/40/MEM/2001 tentang Standardisasi Kompetensi Tenaga teknik Ketenagalistrikan menjadi rujukan Aturan yang berkaitan dengan hal tersebut termasuk penjabarannya serta lembaga yang berkaitan dengan penepatan dan revisi aturan-aturan tersebut digambarkan pada alur Gambar 2 sbb :
Infrastruktur Kelelmbagaan yang perlu dibangun seperti pada gambar 3 berikut


Infrastrukur Lembaga Sertifikasi Profesi yang harus di bangun gambar 4