semut

; Indonesian Research and Vocational Education Certification (IRVEC) - IRVEC-EDU with SMK3 Program........................Indonesian Research and Vocational Education Certification (IRVEC) - IRVEC-EDU with SMK3 Program

Sabtu, 13 Agustus 2016

STANDARDISASI, PENDIDIKAN , PELATIHAN DAN SERTIFIKASI dalam upaya menyiapkan KOMPETENSI SDM INDONESIA



STANDARDISASI, PENDIDIKAN , PELATIHAN DAN SERTIFIKASI
dalam upaya menyiapkan KOMPETENSI SDM INDONESIA
Wawan Darmawan *)

1. Latar Belakang
      Sumber Daya Manusia (SDM ) memiliki peranan penting dan sangat strategis dalam pembangunan nasional serta keberhasilan  pendidikan adalah kuncinya. Hal ini karena SDM selaku subyek atau pelaku akan menentukan keberhasilan pencapaian tujuan pembangunan nasional. Oleh karena itu penyiapan SDM dengan pendidikan dan pelatihan harus dilakukan secara Ter- rencana, terkoordinasi  baik dan terukur harus dilakukan dengan langkah-langkah yang strategis pula.
Pembinaan SDM berbasis kompetensi merupakan salah satu model yang dapat mem berikan hasil yang sesuai dengan tujuan dan sasaran pembinaan SDM di dalam perusahaan yang berbasis strandar kinerja yang telah ditetapkan.
Model ini lebih spesifik, fleksibel, mempunyai relevansi dengan tugas dan pekerjaan, dengan lebih bermutu efektif dan efesien dalam waktu yang lebih terukur
       Perencanaan penyiapan SDM diorientasikan untuk menghasilkan SDM yang memiliki daya saing.  Peningkatan daya saing SDM dapat dilakukan dengan berbagai upaya, antara lain melalui pendidikan, pelatihan kerja dan meng apresiasi pengalaman di tempat kerja.
       Pendidikan & pelatihan kerja  harus  mampu  mempersiapkan  sumber daya  manusia Indonesia yang mempunyai kualitas, keterampilan, profesionalisme dan kompetensi yang tinggi serta relevan dengan kondisi dan kebutuhan dunia kerja.

       Oleh karena itu pendidikan dan pelatihan kerja  harus dilakukan secara sinergi , bermuara kepada peningkatan kompetensi kerja.
Untuk mewujudkan SDM yang berdaya saing, terdapat 3 (tiga) komponen penting utama yaitu; Standar Kompetensi Kerja, Pendidikan dan Pelatihan berbasis kompetensi dan Sertifikasi Kompetensi.
       Standar kompetensi kerja menjadi acuan dalam pengembangan program pendidikan dan pelatihan berbasis kompetensi dan pengembangan sertifikasi kompetensi kerja,bahkan dapat menjadi acuan dalam pengembangan SDM.

       Dalam implementasinya baik untuk pengembangan standar kompetensi, pelaksanaan pendidikan & pelatihan berbasis kompetensi maupun  pelaksanaan sertifikasi kompetensi diperlukan kemampuan individu yang terukur,  agar peningkatan  daya saing  SDM  dapat dicapai. Kemampuan individu yang terukur itu dapat dituangkan dalam standar kompetensi yang meliputi kompetensi dalam mengembangkan standar kompetensi, kompetensi melaku kan (delivery) pelatihan dan kompetensi melakukan asesmen.
       Kompetensi kompetensi tersebut, pada dasarnya  merupakan  kompetensi metodologi.
Seluruh kompetensi  yang  diperlukan  dibahas  bersama pemangku  kepentingan  terkait seperti  lembaga pendidikan dan pelatihan,  lembaga sertifikasi, asosiasi profesi,  asesor, instruktur , profesional/ praktisi di bidangnya , serta keberadaan sektor terkait UU , PP dan Peraturan Menteri di Sektor terkait.
Arahan standar baku Indonesia adalah PerPres Nomor 08 tahun 2012  Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia,yang selanjutnya disingkat KKNI, yang terdiri dari 9 level adalah kerangka penjenjangan kualifikasi kompetensi yang dapat menyandingkan, menyetarakan, dan mengintegrasikan Antara bidang pendidikan dan bidang pelatihan kerja serta pengalaman kerja dalam rangka pemberian pengakuan kompetensi kerja sesuai dengan struktur pekerjaan di berbagai sektor.
KKNI merupakan Perwujudan mutu dan jati diri Bangsa Indonesia terkait dengan system pendidikan dan pelatihan nasional yang dimiliki Indonesia , KKNI terdiri dari 9 (sembilan) jenjang kualifikasi, dimulai dari Kualifikasi1 sebagai kualifikasi terrendah    dan Kualifikasi–9 sebaga ikualifikasi tertinggi.
Jenjang kualifikasi  adalah tingkat capaian pembelajaran yang disepakati secara nasional, disusun berdasarkan ukuran hasil pendidikan dan / atau pelatihan yang diperoleh melalui pendidikan formal, nonformal, informal, atau  pengalaman kerja.

2. Sumber Daya Manusia Industri
Tenaga Kerja yang berkerja di Industri Indonesia harus tunduk pada pada regulasi yang berlaku, yaituUndang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 4,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor: 5492, yang kemudian diturunkan ke dalam Peraturan Pemerintah Rep. Indonesia NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG PEMBANGUNAN SUMBER DAYA INDUSTRI
SUBSTANSI UU PERINDUSTRIAN TERKAIT SKKNI
SKKNI adalah rumusan kemampuan kerja yang mencakup aspek Pengetahuan, Keterampilan dan/atau Keahlian serta Sikap kerja yang relevan dengan pelaksanaan tugas dan syarat jabatan yang telah disepakati dan ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan di sektor kementerian dengan melibatkan pemangku kepentingan yang selanjutnya di usulkan untuk di tetapkan oleh Menteri.
PASAL 19
(1) Tenaga kerja Industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) terdiri atas:
     a. tenaga teknis; dan     b. tenaga manajerial.
(2) Tenaga teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf paling sedikit memiliki:
     a. kompetensi teknis sesuai dengan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia di  
         bidang Industri; dan   b. pengetahuan manajerial.
(3) Tenaga manajerial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b paling sedikitmemiliki:
     a. kompetensi manajerial sesuai dengan Standar Kompetensi Kerja Nasional
         Indonesia di bidang Industri; dan   b. pengetahuan teknis.
PASAL 25
(1) Menteri menyusun Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia di bidang Industri.
(2) Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia di bidang Industri sebagaimana dimaksud   
      pada ayat (1) ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di   
      bidang ketenagakerjaan atas usul Menteri.
(3) Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia di bidang Industri sebagai 
      mana dimaksud pada ayat (2) dilakukan paling lama 1 (satu) bulan sejak diterima usulan
      Menteri.
(4) Apabila dalam jangka waktu 1 (satu) bulan tidak ditetapkan, Standar Kompetensi Kerja  
      Nasional Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dinyatakan berlaku oleh Menteri sampai dengan ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan.
(5) Untuk jenis pekerjaan tertentu di bidang Industri, Menteri menetapkanpemberlakuan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia secara wajib
PASAL 26
Untuk memenuhi ketersediaan tenaga kerja Industri yang kompeten, Menteri memfasilitasi pembentukan lembaga sertifikasi profesi dan tempat uji kompetensi.
PASAL 28
(1) Tenaga kerja asing yang bekerja di bidang Industri harus memenuhi Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia.
(2) Tenaga kerja asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya diperbolehkan bekerja dalam jangka waktu tertentu.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai jangka waktu tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 41 Tahun 2015
TENTANG
PEMBANGUNAN SUMBER DAYA INDUSTRI
BAB V
TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 40
Setiap Perusahaan Industri dan Perusahaan Kawasan Industri yang meng gunakan Tenaga Kerja Industri yang tidak memenuhi SKKNI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3) dikenai sanksi administratif berupa:
a. peringatan tertulis;
b. denda administratif;
c. penutupan sementara;
d. pembekuan Izin Usaha Industri atau Izin Usaha Kawasan Industri; dan/atau
e. pencabutan Izin Usaha Industri atau Izin Usaha Kawasan Industri.


Peranan BNSP adalah melakukan verifikasi terhadap rancangan kompetensi yang disusun instansi teknis. Permen Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 21/MEN/X/2007 tentang Tata Cara Penetapan SKKNI merupakan acuan dalam penyusunan standar kompetensi. Pasal 10 menetapkan fungsi BNSP adalah untuk memeriksa rancangan kompetensi yang disusun instansi teknis. Selain itu, Pasal 14 menetapkan penetapan standar kompetensi oleh Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Menteri Teknis melakukan “Pemberlakuan” yang berbeda dengan “Penetapan” yang dilakukan oleh MenteriTenaga Kerja dan Transmigrasi. Maka pembagian tugas dan fungsi saat ini berjalan sedemikian rupa
3. Kondisi Standar Kompetensi dan Kerangka Kualifikasi SDM Ketenagalistrikan
 Perundang-undangan dan Kelembagaan yang berkaitan dengan Standar Kompetensi dan Kerangka Kualifikasi

 Perundang-undangan dan Kelembagaan yang berkaitan dengan Standar Kompetensi
Dengan terbitnya UU No.30/2009 tentang Ketenagalistrikan, maka UU No.15/1985 menjadi UU lama. Namun peraturan pelaksana, seperti PP dan Permen yang lama masih berlaku, maka dapat dijelaskan hasil analisa standar kompetensi ketenagalistrikan berdasarkan dengan aturan lama.
Menurut ayat 2 Pasal 18 UU Ketenagalistrikan,pembinaan & pengawasan umum terhadap pekerjaan dan pelaksanaan usaha ketenagalistrikan terutama meliputi keselamatan kerja, keselamatan umum, pengembangan usaha, dan tercapainya standarisasi dalam bidang ketenagalistrikan.
Menurut PP Penyediaan dan Pemanfaatan Tenaga Listrik sebagai penjabaran UU tersebut menetapkan, Menteri melakukan pembinaan terhadap usaha penyediaan tenaga listrik (Pasal 33) dan Menteri menetapkan pedoman pelaksanaan untuk keselamatan kerja, keselamatan umum, serta penyediaan, pelayanan dan pengembangan usaha(Pasal 34). Sedangkan Pasal 35 menetapkan pengawasan terhadap usaha penyediaan dan pemanfaatan tenaga listrik. Yang dilakukan oleh Menteri berdasarkan dengan 2 aturan tersebut, Kepmen ESDM No.2052K/40/MEM/2001 tentang Standardisasi Kompetensi Tenaga teknik Ketenagalistrikan menjadi rujukan Aturan yang berkaitan dengan hal tersebut termasuk penjabarannya serta lembaga yang berkaitan dengan penepatan dan revisi aturan-aturan tersebut digambarkan pada alur Gambar di atas

Sabtu, 06 Agustus 2016

Kondisi Standar Kompetensi dan Kerangka Kualifikasi SDM Ketenagalistrikan




Kondisi Standar Kompetensi dan Kerangka Kualifikasi SDM Ketenagalistrikan
     Perundang-undangan dan Kelembagaan yang berkaitan dengan Standar Kompetensi dan Kerangka Kualifikasi
Perundang-undangan dan Kelembagaan yang berkaitan dengan Standar Kompetensi
Dengan terbitnya UU No.30/2009 tentang Ketenagalistrikan, maka UU No.15/1985 menjadi UU lama. Namun peraturan pelaksana, seperti PP dan Permen yang lama masih berlaku, maka dapat dijelaskan hasil analisa standar kompetensi ketenagalistrikan berdasarkan dengan aturan lama.
Menurut ayat 2 Pasal 18 UU Ketenagalistrikan,pembinaan & pengawasan umum terhadap pekerjaan dan pelaksanaan usaha ketenagalistrikan terutama meliputi keselamatan kerja, keselamatan umum, pengembangan usaha, dan tercapainya standarisasi dalam bidang ketenagalistrikan.
Menurut PP Penyediaan dan Pemanfaatan Tenaga Listrik sebagai penjabaran UU tersebut menetapkan, Menteri melakukan pembinaan terhadap usaha penyediaan tenaga listrik (Pasal 33) dan Menteri menepatkan pedoman pelaksanaan untuk keselamatan kerja, keselamatan umum, serta penyediaan, pelayanan dan pengembangan usaha(Pasal 34). Sedangkan Pasal 35 menetapkan pengawasan terhadap usaha penyediaan dan pemanfaatan tenaga listrik yang dilakukan oleh Menteri.
Berdasarkan dengan 2 aturan tersebut, Kepmen ESDM No.2052K/40/MEM/2001 tentang Standardisasi Kompetensi Tenaga teknik Ketenagalistrikan.
Aturan yang berkaitan dengan hal tersebut termasuk penjabarannya serta lembaga yang berkaitan
dengan penepatan dan revisi aturan-aturan tersebut digambarkan pada Gambar di atas


Menurut Kepmen ESDM tentang Standardisasi Kompetensi Tenaga Teknik Ketenagalistrikan, standardisasi konpetensi bertujuan untuk:
a. Menunjang usaha ketenagalistrikan dalam mewujudkan penyediaan tenaga listrik yang andal, aman dan ramah lingkungan;
b. Mewujudkan peningkatan kompetensi tenaga teknik
c. Mewujudkan pengadaan penyelenggaraan pekerjaan pada usaha ketenagalistrikan sehingga dapat dilakukan penyusunan standar kompetensi, pembinaan tenaga teknik, pengawasan lembaga sertifikasi kompetensi
Sedangkan standar kompetensi disusun berdasarkan:
a. data yang lengkap dan dapat dipertanggungjawabkan
b. kualifikasi dan klasifikasi teknis ketenagalistrikan
c. acuan standar internasional,standar negara lain atau acuan lainnya yang relevan Sebagaimana pada Gambar  di atas
Penyusunan konsep standar kompetensi dihasilkan oleh Panitia Teknis Perumusan Standar Kompetensi dibentuk Dirjen LPE Kemudian konsep nya dibahas dalam Forum Konsensus yang anggotanya terdiri dari Panitia Teknis dan pihak lain yang berkepentingan dalam penyusunan dan penerapan standar bersangkutan.
Menurut Pasal 14 Kepmen tersebut, Direktur Jenderal yang menyusun pedoman standarisasi kompetensi (sebagaimana telah diatur didalam Peraturan Dirjen No.420-12/40/600.3/2007 tentang Pedoman Perumusan Standar Kompetensi. Maka Panitia Teknis dan Forum Konsensus menyusun standar kompetensi dengan mengacu pedoman tersebut. Direktur Jenderal mengusulkan standar kompetensi hasil pembahasan Forum Konsensus kepada Menteri untuk diberlakukan sebagai standar wajib. Kompetensi standar ditinjau kembali sekurang-kurangnya 5 tahun sekali.    Usulan peninjauan kembali
dipersiapkan oleh Panitia Teknis atau masyarakat yang membutuhkan dan diajukan kepada Direktur Jenderal. Dalam hal terdapat perubahan, maka pelaksanaannya melalui prosedur sebagaimana disebut di atas.
Selain menyinggung serangkaian proses penyusunan standar kompetensi di dalam DJLPE,  juga Melibatkan peranan BNSP sebagai instansi koodinator dalam standar kompetensi secara keseluruhan.
Peranan BNSP adalah melakukan verifikasi terhadap rancangan kompetensi yang disusun instansi teknis. Permen Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 21/MEN/X/2007 tentang Tata Cara Penetapan SKKNI merupakan acuan dalam penyusunan standar kompetensi. Pasal 10 menetapkan fungsi BNSP adalah untuk memeriksa rancangan kompetensi yang disusun instansi teknis. Selain itu, Pasal 14 menetapkan penetapan standar kompetensi oleh Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Menteri teknis melakukan “Pemberlakuan” yang berbeda dengan “Penetapan” yang dilakukan oleh Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Maka pembagian tugas dan fungsi saat ini berjalan sedemikian rupa.
Dengan keanggotaan BNSP hanya 21 orang dan tidak cukup pengetahuan dan kemampuannya untuk memeriksa semua standar teknis di setiap sektor, sehingga hanya dapat melakukan verifikasi secara formal saja.
Dengan demikian  fungsi BNSP hanya untuk melakukan verifikasi secara administratif, sedangkan tanggung jawab pengawasan terhadap sektor yang ditanggung instansi teknis.
Munkinkah ini dapat terlaksana kan atau tidak terlaksana ? . Oleh karena itu,dalam penyusunan rancangan kompetensi perlu tercipta nya komunikasi dan kesepakatan tentang pembagian peran masing-masing. Dalam hal ini, koordinasi lintas instansi  lintas sektor yang memiliki kewenangan atas nama undang undang untuk mengawal kompetensi kerja di sektor  nya harus didorong agar dalam pelaksanaannya tepat sasaran  efisien dan efektif bagi tenaga kerja kompeten di sektor nya