STANDARDISASI,
PENDIDIKAN , PELATIHAN DAN SERTIFIKASI
dalam upaya
menyiapkan KOMPETENSI SDM INDONESIA
Wawan
Darmawan *)
1. Latar Belakang
Sumber Daya Manusia (SDM )
memiliki peranan penting dan sangat strategis dalam pembangunan nasional serta
keberhasilan pendidikan adalah kuncinya.
Hal ini karena SDM selaku subyek atau pelaku akan menentukan keberhasilan
pencapaian tujuan pembangunan nasional. Oleh karena itu penyiapan SDM dengan
pendidikan dan pelatihan harus dilakukan secara Ter- rencana, terkoordinasi baik dan terukur harus dilakukan dengan
langkah-langkah yang strategis pula.
Pembinaan
SDM berbasis kompetensi merupakan salah satu model yang dapat mem berikan hasil
yang sesuai dengan tujuan dan sasaran pembinaan SDM di dalam perusahaan yang
berbasis strandar kinerja yang telah ditetapkan.
Model ini lebih spesifik, fleksibel,
mempunyai relevansi dengan tugas dan pekerjaan, dengan lebih bermutu efektif
dan efesien dalam waktu yang lebih terukur
Perencanaan penyiapan SDM
diorientasikan untuk menghasilkan SDM yang memiliki daya saing. Peningkatan daya saing SDM dapat dilakukan dengan
berbagai upaya, antara lain melalui pendidikan, pelatihan kerja dan meng
apresiasi pengalaman di tempat kerja.
Pendidikan & pelatihan kerja
harus mampu mempersiapkan
sumber daya manusia Indonesia yang mempunyai kualitas,
keterampilan, profesionalisme dan kompetensi yang tinggi serta relevan dengan
kondisi dan kebutuhan dunia kerja.
Oleh karena itu pendidikan dan pelatihan kerja harus
dilakukan secara sinergi , bermuara kepada peningkatan kompetensi kerja.
Untuk
mewujudkan SDM yang berdaya saing, terdapat 3 (tiga) komponen penting utama yaitu;
Standar Kompetensi Kerja, Pendidikan dan
Pelatihan berbasis kompetensi dan Sertifikasi Kompetensi.
Standar kompetensi kerja menjadi acuan
dalam pengembangan program pendidikan dan pelatihan berbasis kompetensi dan
pengembangan sertifikasi kompetensi kerja,bahkan dapat menjadi acuan dalam pengembangan
SDM.
Dalam implementasinya baik untuk
pengembangan standar kompetensi, pelaksanaan pendidikan & pelatihan
berbasis kompetensi maupun pelaksanaan
sertifikasi kompetensi diperlukan kemampuan individu yang terukur, agar peningkatan daya saing SDM dapat
dicapai. Kemampuan individu yang terukur itu dapat dituangkan dalam standar
kompetensi yang meliputi kompetensi dalam mengembangkan standar kompetensi,
kompetensi melaku kan (delivery)
pelatihan dan kompetensi melakukan asesmen.
Kompetensi kompetensi tersebut, pada
dasarnya merupakan kompetensi metodologi.
Seluruh
kompetensi yang diperlukan
dibahas bersama pemangku kepentingan terkait seperti lembaga pendidikan dan pelatihan, lembaga sertifikasi, asosiasi profesi, asesor, instruktur , profesional/ praktisi di bidangnya
, serta keberadaan sektor terkait UU , PP dan Peraturan Menteri di Sektor
terkait.
Arahan standar baku
Indonesia adalah PerPres Nomor 08 tahun 2012 Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia,yang
selanjutnya disingkat KKNI, yang terdiri dari 9 level
adalah kerangka penjenjangan kualifikasi kompetensi yang dapat menyandingkan,
menyetarakan, dan mengintegrasikan Antara bidang pendidikan dan bidang pelatihan
kerja serta pengalaman kerja dalam rangka pemberian pengakuan kompetensi kerja sesuai
dengan struktur pekerjaan di berbagai sektor.
KKNI
merupakan Perwujudan mutu dan jati diri Bangsa Indonesia terkait dengan
system pendidikan dan pelatihan nasional yang dimiliki Indonesia , KKNI terdiri
dari 9 (sembilan) jenjang kualifikasi, dimulai dari Kualifikasi1 sebagai kualifikasi
terrendah dan Kualifikasi–9 sebaga ikualifikasi
tertinggi.
Jenjang kualifikasi adalah tingkat capaian pembelajaran yang
disepakati secara nasional, disusun berdasarkan ukuran hasil pendidikan dan / atau
pelatihan yang diperoleh melalui pendidikan formal, nonformal, informal, atau pengalaman kerja.
2. Sumber Daya Manusia
Industri
Tenaga
Kerja yang berkerja di Industri Indonesia harus tunduk pada pada regulasi yang
berlaku, yaituUndang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 4,Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor: 5492, yang kemudian diturunkan ke dalam Peraturan Pemerintah
Rep. Indonesia NOMOR
41 TAHUN 2015 TENTANG PEMBANGUNAN SUMBER DAYA INDUSTRI
SUBSTANSI UU
PERINDUSTRIAN TERKAIT SKKNI
SKKNI adalah rumusan
kemampuan kerja yang mencakup aspek Pengetahuan, Keterampilan
dan/atau Keahlian serta Sikap kerja yang relevan dengan pelaksanaan tugas dan
syarat jabatan yang telah disepakati dan ditetapkan sesuai dengan ketentuan
peraturan di sektor kementerian dengan melibatkan pemangku kepentingan yang
selanjutnya di usulkan untuk di tetapkan oleh Menteri.
PASAL 19
(1)
Tenaga kerja Industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) terdiri
atas:
a. tenaga teknis; dan b. tenaga manajerial.
(2)
Tenaga teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf paling sedikit memiliki:
a. kompetensi teknis sesuai dengan Standar
Kompetensi Kerja Nasional Indonesia di
bidang Industri; dan b. pengetahuan manajerial.
(3)
Tenaga manajerial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b paling sedikitmemiliki:
a. kompetensi manajerial sesuai dengan
Standar Kompetensi Kerja Nasional
Indonesia di bidang Industri; dan b. pengetahuan teknis.
PASAL 25
(1)
Menteri menyusun Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia di bidang Industri.
(2)
Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia di bidang Industri sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) ditetapkan oleh menteri
yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang ketenagakerjaan atas usul Menteri.
(3)
Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia di bidang Industri sebagai
mana dimaksud pada ayat (2) dilakukan paling
lama 1 (satu) bulan sejak diterima usulan
Menteri.
(4)
Apabila dalam jangka waktu 1 (satu) bulan tidak ditetapkan, Standar Kompetensi Kerja
Nasional Indonesia sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) dinyatakan berlaku oleh Menteri sampai dengan ditetapkan oleh menteri
yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan.
(5)
Untuk jenis pekerjaan tertentu di bidang Industri, Menteri menetapkanpemberlakuan
Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia secara wajib
PASAL 26
Untuk
memenuhi ketersediaan tenaga kerja Industri yang kompeten, Menteri memfasilitasi
pembentukan lembaga sertifikasi profesi dan tempat uji kompetensi.
PASAL 28
(1)
Tenaga kerja asing yang bekerja di bidang Industri harus memenuhi Standar Kompetensi
Kerja Nasional Indonesia.
(2)
Tenaga kerja asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya diperbolehkan bekerja
dalam jangka waktu tertentu.
(3)
Ketentuan lebih lanjut mengenai jangka waktu tertentu sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
PERATURAN PEMERINTAH
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 41 Tahun 2015
TENTANG
PEMBANGUNAN SUMBER DAYA
INDUSTRI
BAB V
TATA CARA PENGENAAN
SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 40
Setiap Perusahaan Industri dan Perusahaan Kawasan Industri yang meng
gunakan Tenaga Kerja Industri yang tidak memenuhi SKKNI sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 12 ayat (3) dikenai sanksi administratif berupa:
a. peringatan tertulis;
b. denda administratif;
c. penutupan sementara;
d. pembekuan Izin Usaha Industri atau Izin Usaha Kawasan Industri;
dan/atau
e. pencabutan Izin Usaha Industri atau Izin Usaha Kawasan Industri.
Peranan
BNSP adalah melakukan verifikasi
terhadap rancangan kompetensi yang disusun instansi teknis. Permen Tenaga Kerja
dan Transmigrasi No. 21/MEN/X/2007 tentang Tata Cara Penetapan SKKNI merupakan
acuan dalam penyusunan standar kompetensi. Pasal 10 menetapkan fungsi BNSP adalah
untuk memeriksa rancangan kompetensi yang disusun instansi teknis. Selain itu,
Pasal 14 menetapkan penetapan standar kompetensi oleh Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi. Menteri Teknis melakukan “Pemberlakuan” yang berbeda dengan
“Penetapan” yang dilakukan oleh MenteriTenaga Kerja dan Transmigrasi. Maka
pembagian tugas dan fungsi saat ini berjalan sedemikian rupa
3.
Kondisi Standar Kompetensi dan Kerangka Kualifikasi SDM Ketenagalistrikan
Perundang-undangan dan Kelembagaan yang
berkaitan dengan Standar Kompetensi dan Kerangka Kualifikasi
Perundang-undangan dan Kelembagaan yang
berkaitan dengan Standar Kompetensi
Dengan
terbitnya UU No.30/2009 tentang Ketenagalistrikan, maka UU No.15/1985 menjadi UU lama. Namun peraturan pelaksana, seperti
PP dan Permen yang lama masih berlaku, maka dapat dijelaskan hasil analisa
standar kompetensi ketenagalistrikan berdasarkan dengan aturan lama.
Menurut
ayat 2 Pasal 18 UU Ketenagalistrikan,pembinaan & pengawasan umum terhadap pekerjaan
dan pelaksanaan usaha ketenagalistrikan terutama meliputi keselamatan kerja, keselamatan
umum, pengembangan usaha, dan tercapainya standarisasi dalam bidang ketenagalistrikan.
Menurut PP Penyediaan dan
Pemanfaatan Tenaga Listrik sebagai penjabaran UU tersebut menetapkan, Menteri
melakukan pembinaan terhadap usaha penyediaan tenaga listrik (Pasal 33) dan
Menteri menetapkan pedoman pelaksanaan untuk keselamatan kerja, keselamatan
umum, serta penyediaan, pelayanan dan pengembangan usaha(Pasal 34). Sedangkan
Pasal 35 menetapkan pengawasan terhadap usaha penyediaan dan pemanfaatan tenaga
listrik. Yang dilakukan oleh Menteri berdasarkan dengan 2 aturan tersebut,
Kepmen ESDM No.2052K/40/MEM/2001 tentang Standardisasi Kompetensi Tenaga teknik
Ketenagalistrikan menjadi rujukan Aturan yang berkaitan dengan hal tersebut
termasuk penjabarannya serta lembaga yang berkaitan dengan penepatan dan revisi
aturan-aturan tersebut digambarkan pada alur Gambar di atas